Sabtu, 07 Januari 2012

Penetapan kadar Fe, Mn, Zn pada air minum isi ulang

I.                  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Air adalah materi esensial di dalam kehidupan. Tidak satupun makhluk hidup di dunia ini yang tidak memerlukan dan tidak mengandung air. Sel hidup baik tumbuhan maupun hewan sebagian besar tersusun oleh air, dimana sel tumbuhan mengandung lebih dari 75% air dan di dalam sel hewan mengandung lebih dari 67% air. Kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari berbeda untuk tiap tempat dan tiap tingkatan kehidupan (Suriawiria, 1986).
Pengadaan air bersih untuk kepentingan rumah tangga seperti untuk air minum, air mandi, dan sebagainya harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan oleh pemerintah Republik Indonesia. Dalam hal ini persyaratan kualitas air minum harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002, dimana setiap komponen yang dikandung dalam air minum harus sesuai dengan yang ditetapkan. Air minum selain merupakan kebutuhan esensial, namun juga berpotensi sebagai media penularan penyakit, keracunan dan sebagainya (Widyanti, 2004).
Air yang bersumber dari dalam tanah mengandung mineral organik dan anorganik. Mineral anorganik yang terkandung dalam air minum antara lain mengandung unsur seperti besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), timbal (Pb), alumunium (Al) dan sebagainya (Tjan, 2010).
Besi (Fe) adalah satu elemen yang dapat ditemui dalam air,  besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, namun dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Seng (Zn) merupakan mineral mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan, penambah nafsu makan dan penyembuhan luka, asupan seng yang berlebih dapat menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, dan nyeri abdomen. Mangan (Mn) merupakan mineral mikro yang terdapat pada kelenjar hipofisis, dan tulang. Apabila kadar Mn melebihi batas yang ditetapkan dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Yuliana, 2009; Gunawan, 2009).
Air tawar bersih yang layak minum, semakin langka di perkotaan. Sungai-sungai maupun air tanah yang menjadi sumbernya sudah tercemar berbagai macam limbah, baik dari rumah tangga hingga limbah beracun dari industri. Itulah salah satu alasan mengapa air minum dalam kemasan (AMDK) yang menggunakan air pegunungan banyak dikonsumsi. Namun harga air minum dalam kemasan (AMDK) dari berbagai merek yang terus meningkat membuat konsumen mencari alternatif  baru yang murah. Air minum isi ulang menjadi jawabannya. Air minum yang bisa diperoleh di depot-depot isi ulang harganya bisa sepertiga dari produk air minum dalam kemasan yang bermerek. Karena itu banyak rumah tangga beralih pada layanan ini. Hal inilah yang menyebabkan depot-depot air minum isi ulang bermunculan (Widyanti, 2004).
Keberadaan depot air minum isi ulang terus meningkat sejalan dengan dinamika keperluan masyarakat terhadap air minum yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Meski lebih murah, tidak semua depot air minum isi ulang terjamin keamanan produknya. Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM ) atas kualitas depot air minum isi ulang di Jakarata menunjukkan adanya cemaran mikroba dan logam berat timbal (Pb), cadmium (Cd) dan merkuri (Hg) pada sejumlah sampel air minum isi ulang (Widyanti, 2004).
Berdasarkan hal di atas maka pada kesempatan ini penulis ingin memeriksa kadar   mineral   besi  (Fe),  seng (Zn), mangan (Mn), pada air minum isi ulang yang beredar di daerah Siteba kota Padang.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah kadar kandungan besi (Fe), seng (Zn) dan mangan (Mn) pada air minum isi ulang yang diproduksi di daerah Siteba kota Padang sudah memenuhi persyaratan kesehatan yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907/MENKES/SK/VII/2002 tentang kualitas air minum ?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui kadar kandungan besi (Fe), seng (Zn) dan  mangan (Mn) pada
air minum isi ulang yang diproduksi di daerah  Siteba  kota  Padang.
1.4 Hipotesa Penelitian
Kadar kandungan mineral besi (Fe), seng (Zn) dan  mangan (Mn)  pada air minum isi ulang yang beredar di daerah Siteba kota  Padang   tidak   memenuhi   persyaratan   kesehatan   yang   ditetapkan   oleh  Keputusan  Menteri  Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002  tentang  kualitas air minum.

1.5 Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui kandungan kadar besi (Fe), seng (Zn) dan  mangan (Mn),air yang dikategorikan aman dan memenuhi syarat yang ditetapkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002.



















II.               TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air
Air merupakan suatu senyawa kimia yang paling dikenal dan banyak terdapat di bumi. Suatu molekul air terdiri atas dua atom hidrogen dan satu atom oksigen. Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi kehidupan. Sifat yang sangat penting bagi kehidupan antara lain kemampuannya melarutkan berbagai vitamin, mineral, dan zat lain yang diperlukan oleh makhluk hidup (Hartono, 1990).
Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan, semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan bipolimer, dan sebagainya (Winarno,1997).
Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi (Winarno, 1997).



2.1.1        Sumber Air
Pada prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi. Dari siklus hidrologi dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar yang dapat digunakan sebagai sumber air minum (Sutrisno & Kusnoputranto, 2002). Sumber air tawar tersebut adalah:
a.       Air Hujan
Air hujan merupakan hasil penyubliman awan atau uap menjadi air murni yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda yang terdapat di udara, dalam keadaan murni sangat bersih. Diantara beberapa benda yang terlarut dari udara tersebut adalah gas (O2, CO2, H2 dan lain-lain), jasad renik dan debu. Setelah mencapai permukaan bumi air hujan bukan merupakan air murni lagi, maka hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan  dimulai  saat  hujan  turun, karena  masih  mengandung  banyak  kotoran (Pitojo & Purwantoyo, 2002).
b.      Air Permukaan
Air permukaan adalah sumber air yang berasal dari permukaan tanah, baik keberadaannya tersebut bersifat sementara dan mengalir ataupun stabil, dalam hal ini permukaan air tanah adalah sejajar dengan sumber air permukaan tersebut. Pada umumnya sumber air permukaan baik yang berasal dari sungai, danau, ataupun waduk adalah merupakan air yang kurang baik untuk langsung dikonsumsi oleh manusia, karena itu perlu adanya pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan (Sugiharto, 1985).

c.       Air Tanah (Kusnoputranto & Susanna, 2002)
Air tanah dibedakan atas dua macam, air lapisan (Layer Water) dan air celah (Fissure Water). Air lapisan adalah air yang terdapat di dalam ruang antar butiran tanah. Adapun air celah ialah air yang terdapat di dalam retakan batuan dalam tanah.
Berdasarkan sifat dapat ditembus atau tidaknya oleh air, lapisan tanah dibedakan menjadi lapisan pemeabel dan lapisan impermeable. Lapisan permeable adalah beberapa lapisan tanah yang mudah dilalui air, misalnya lapisan pasir dan lapisan kerikil. Lapisan impermeable  adalah lapisan yang sulit ditembus
Oleh air.
2.1.2 Air Minum
Air minum adalah air yang telah melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan langsung dapat diminum. Jenis air minum meliputi :
a. Air minum yang didistribusikan malalui pipa untuk keperluan rumah tangga.
b. Air yang didistribusikan melalui tangki air.
c. Air kemasan.
d. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan kepada masyarakat (Depkes RI, 2002).


2.1.3 Syarat Air Minum
Pada umumnya air minum telah memenuhi syarat apabila telah memenuhi syarat utama yaitu :
·         Syarat Fisik
Air yang digunakan untuk air minum sebaiknya air yang jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, dengan suhu hendaknya dibawah suhu udara (250C)
·         Syarat Kimia
Air minum tidak boleh mengandung racun, zat mineral atau zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan.
·         Syarat Biologis
Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama sekali  dan  tidak  boleh  mengandung  bakteri   golongan  coliform  melebihi
batas-batas  yang  telah  ditentukan  yaitu  0/100 ml  air (Depkes RI,2002).
2.1.4 Pemurnian Air Minum
Ada beberapa metoda pemurnian air minum dalam usaha membunuh mikroba dan membuang logam berat yang berada didalam air, khususnya yang berkaitan dengan penyebab penyakit.
a.Sterilisasi Ozon
Pemurnian air dengan menggunakan senyawa ozon dapat membunuh mikroba didalam air, dapat menghilangkan bau dan rasa yang umumnya disebabkan oleh komponen organik dan anorganik yang terdapat dalam air dan tidak menimbulkan bau ataupun rasa yang umumnya terjadi dengan penggunaan bahan kimia. Ozon juga bersifat bakterisida, virusida, algisida, fungisida serta mengubah senyawa organik komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana (Sutrisno & Kusnoputranto, 2002).
b.Reverse Osmosis
Pemurnian air dengan penyaringan berbagai molekul besar dan ion-ion dari suatu larutan dengan cara memberi tekanan pada larutan ketika larutan itu berada disalah satu sisi membran seleksi (lapisan penyaring). Proses tersebut menjadikan zat terlarut terendap dilapisan yang dialiri tekanan sehingga zat pelarut murni (air) bisa mengalir kelapisan berikutnya. Membran seleksi itu harus bersifat selektif atau bisa memilah yang artinya bisa dilewati pelarutnya tapi tidak bisa dilewati zat terlarut seperti molekul berukuran besar dan ion-ion (Wales, 2011).
c.Sterilisasi dengan Sinar Ultra Violet
Penyinaran Ultra Violet (UV) lebih efektif membunuh mikroorganisme patogen. Cahaya ultraviolet adalah cahaya yang tidak dapat dilihat oleh mata dan merupakan radiasi elektromagnetik yang berada pada kisaran panjang gelombang 1 – 400 nm, namun cahaya UV yang paling efektif menginaktifasi mikroorganisme dalam air adalah dengan panjang gelombang 254 nm. Bila mikroorganisme disinari oleh sinar ultra violet, maka ADN (Asam Deoksiribonukleat) dari mikroorganisme tersebut akan menyerap energi sinar UV, sehingga energi itu melumpuhkan kemampuan reproduksi mikroorganisme tersebut (Nana, 2011).


d.Penyaringan bertahap terdiri dari:
Saringan berasal dari pasir atau saringan lain yang efektif dengan fungsi yang sama. Fungsi saringan pasir adalah menyaring partikel-partikel yang kasar. Saringan karbon aktif yang berasal dari batu bara atau batok kelapa yang berfungsi  sebagai penyerap bau, rasa, warna, sisa khlor dan bahan organik. Saringan /filter lainnya  yang  berfungsi  sebagai  saringan  halus berukuran maksimal 10 mikron (Amrih, 2005).
2.2 Mineral
Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Istilah mineral termasuk tidak hanya bahan komposisi kimia, tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (San, 2009).
Sampai sekarang telah diketahui ada empat belas unsur mineral yang berbeda jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang baik, yang telah pasti adalah natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium dan belerang. Unsur-unsur ini terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium, mangan, tembaga, zink, kobalt, dan flour hanya terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang kecil saja, karena itu disebut mineral mikro (Winarno, 1997).
Dalam kehidupan semua umat manusia membutuhkan mineral yang mana mineral  tersebut  harus  sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia / makhluk hidup. Akan tetapi kita harus meneliti lebih detail lagi mineral macam apakah yang diperlukan oleh tubuh manusia. Mineral organik adalah mineral yang amat dibutuhkan tubuh serta berguna bagi tubuh kita, mineral ini dapat kita peroleh dari sumber yang hidup atau mempunyai kehidupan, mengandung karbon dan dapat membawa kehidupan bagi sel-sel di dalam tubuh. Mineral organik umumnya berasal dari susu dan tumbuh-tumbuhan, seperti sayuran, kacang-kacangan dan buah-buahan (Tjan, 2010)
Air yang bersumber dari dalam tanah mengandung mineral organik dan anorganik. Mineral anorganik yang terkandung dalam air minum antara lain mengandung unsur seperti kalsium karbonat (CaCO3), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), timbal (Pb), alumunium (Al), merkuri (Hg), atau bahan-bahan kimia hasil dari resapan tanah dan lain sebagainya. Seperti kita ketahui bahwa setiap unsur tersebut mempunyai berat jenis dan bahan kimiawi yang bilamana terkonsumsi akan dapat menumpuk pada tubuh manusia, sehingga lama-kelamaan akan dapat merusak tubuh kita terutama pada pada bagian ginjal dan hati, dimana
kedua organ tersebut berfungsi sebagai filter bagi tubuh (Tjan, 2010).
2.2.1 Besi (Fe) (Yuliana, 2009)
Besi adalah salah satu elemen yang dapat ditemui hampir pada setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada umumnya besi yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe2+ atau Fe3+. Besi terlarut dalam air dapat berbentuk kation ferro (Fe2+) atau kation ferri (Fe3+). Hal ini tergantung kondisi pH dan oksigen terlarut dalam air. Besi terlarut dapat berbentuk senyawa tersuspensi, sebagai butir koloidal seperti Fe(OH)3, FeO. Fe2O3 dan lain-lain. Kosentrasi besi terlarut yang masih diperbolehkan dalam air bersih adalah sampai 0,3 mg/L.
Senyawa besi dalam jumlah kecil di dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang sebagian diperoleh dari air. Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi Fe akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang rendah dan menimbulkan anemia. Zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan, hal ini dikarenakan tubuh manusia tidak dapat mengekskresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat transfusi darah kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Selain  itu  dalam  dosis  besar  dapat
merusak dinding usus.
2.2.2 Seng (Zn) (Gunawan, 2009)
Seng merupakan kofaktor lebih dari 100 enzim dan penting untuk metabolisme asam nukleat dan sintesis protein. Mineral ini diperlukan untuk pertumbuhan, fungsi dan maturasi alat kelamin, nafsu makan dan penyembuhan luka. Dalam tubuh manusia terkandung 2 gram zink, terutama terdapat pada rambut, tulang, mata, dan kelenjar alat kelamin pria.
Defisiensi Zn dapat terjadi akibat asupan yang tidak cukup misalnya pada orang tua, alkoholisme dengan sirosis dan gizi buruk. Disfungsi kelamin dan impoten yang terjadi pada pasien penyakit ginjal kadang-kadang sebagian dapat diatasi dengan pemberian Zn. Zn mempunyai batas keamanan yang relatif lebar. Dengan dosis 1 mg/kg/hari untuk mengobati defisiensi hampir tidak menimbulkan efek samping, meskipun dosis berlebihan jangka lama tidak dianjurkan. Asupan Zn yang berlebih menyebabkan defisiensi Cu besi, karena dapat mempengaruhi absorpsi  dan  penggunaannya   serta   dapat   menyebabkan   mual,  muntah,  sakit
kepala, menggigil, demam, dan nyeri abdomen.
2.2.3 Mangan (Mn)
Mineral ini terdapat pada mitokondria sel terutama pada kelenjar hipofisis, hati, pancreas, ginjal dan tulang. Mangan mempengaruhi sintesis polisakarida, menstimulasi sintesis kolesterol hati dan asam lemak, dan merupakan kofaktor banyak enzim seperti arginase dan alkali fosfatase di hati. Apabila kadar Mn melebihi batas yang ditetapkan pada air minum akan menimbulkan rasa aneh pada minuman    dan    dapat   menyebabkan   kerusakan    pada   hati  (Gunawan,
2009; Sugiharto, 1985).
2.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)   
Teknik analisa dari spektrofotometer serapan atom (SSA) pertama kali diperkenalkan oleh Welsh (Australia ) pada tahun 1955. Metode ini berkembang dengan pesat dan merupakan metode yang populer untuk analisa logam karena disamping relatif sederhana metode ini juga selektif dan sangat sensitif. Spektrofotometer serapan atom telah digunakan untuk penetapan sebanyak lebih kurang 70 unsur. Penggunaannya meliputi sampel biologi dan klinik, forensik material, makanan dan minuman, air termasuk  air buangan, tanah, tanaman, pupuk, besi, baja, logam campur, mineral, hasil-hasil minyak bumi, farmasi dan kosmetik (Harmita, 2006).
Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut  pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom    pada   keadaan   dasar    dinaikkan  tingkat   energinya   ke tingkat  
eksitasi (Khopkar, 1990).
2.3.1 Mekanisme   Kerja   Spektrofotometri   Serapan   Atom   (Salvin,  1986; 
Sastrohamidjodjo, 1991)
            Lampu katoda berongga terdiri dari katoda dan anoda yang ditempatkan pada ruangan yang berisikan gas inert (neon atau argon), katoda ini dilapisi dengan logam yang akan dianalisis. Diantara katoda dan anoda diberikan tegangan tinggi yang menyebabkan katoda memancarkan berkas elektron menuju anoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi. Dalam perjalanan ke anoda elektron bertabrakan dengan atom-atom gas mulia, akibatnya atom gas mulia kehilangan elektron dan berubah menjadi ion-ion positif yang bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi, sehingga atom unsur ini mengalami eksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Karena tidak stabil maka ia kembali ke tingkat energi dasar, dengan memancarkan sinar monokromatis yang khas tergantung jenis logamnya.
            Larutan untuk sampel ditarik dengan pipa kapiler masuk ke ruang pengabut. Dalam ruangan ini larutan sampel dikabutkan membentuk suspensi partikel halus yang dibawa aliran gas masuk ke dalam nyala yang timbul dari campuran gas bahan bakar dengan gas pembakaran. Dalam nyala ini terjadi proses penguapan pelarut sehingga yang tertinggal hanya zat terlarut (berupa garam). Partikel  ini  lalu  menguap  dan  akan  terdisosiasi  membentuk  uap  atom  netral.
            Kabut halus atom netral dari unsur yang akan dianalisis diradiasi dengan sumber radiasi yang memancarkan spektrum garis yang dihasilkan oleh lampu katoda. Sebagian dari intensitas radiasi tersebut diserap oleh atom-atom unsur yang elektronnya berada pada keadaan dasar sehingga tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Radiasi yang tidak diserap atau diteruskan diukur dengan detektor melalui monokromotor. Detektor mengubah energi sinar menjadi energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan relatif kecil maka diperkuat dengan amplifier kemudian diteruskan ke prosesor dan alat pencatat. Berikut komponen-komponen yang menyusun spektrofotometer serapan atom:
Gambar 1. Komponen Penyusun Spektrofotometri Serapan Atom
2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Spektrofotometri Serapan Atom
            Spektrofotometri serapan atom merupakan metoda untuk menetukan kadar logam dalam cuplikan yang sangat komplek, dengan konsentrasi sangat kecil, pengerjaannya cepat dengan sensitifitas tinggi, selektif dan sangat spesifik untuk unsur yang akan ditentukan, karena gangguannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan cara spektrofotometri biasa (Day & Underwood, 1996).
            Metoda spektrofotometri serapan atom memiliki beberapa kekurangan diantaranya  ada beberapa unsur yang tidak menghasilkan uap atom pada keadaan dasar saat mencapai nyala seperti tidak terdisosiasi. Beberapa nyala lebih tepat untuk beberapa unsur tertentu, maka dengan bertambahnya analit yang akan ditentukan, juga akan dilakukan penukaran terhadap sumber sinar gas pembakaran dan  diperlukan  lampu  katoda  yang mahal untuk setiap unsur (Sastrohamidjodjo,
1991).















III.           METODE  PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian  ini  akan  dilaksanakan  pada  bulan Februari sampai April 2012 di Laboratorium Kopertis Wilayah X dan Laboratorium   Kesehatan Padang.
3.2.Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penentuan kadar kandungan mineral dan pH terdiri dari Spektrofotometri Serapan Atom ( SSA ) (Varian®), lampu katode berongga  Fe, lampu katode berongga Zn, lampu katode berongga Mn, pipet ukur, labu ukur, beker glass, hot plate dan pH meter (Benchtop®).
Alat yang digunakan dalam pengujian bakteriologik terdiri dari autoklaf, inkubator,  botol  steril, pipet ukur, tabung reaksi, tabung durham, rak  tabung reaksi, jarum ose, beker glass, lampu spritus.
3.2.2 Bahan
 Bahan yang digunakan dalam penentuan kadar kandungan mineral dan pH adalah 3 sampel air minum isi ulang yaitu A, B dan C, larutan standar besi ( Fe ), larutan standar seng ( Zn ), larutan standar  mangan ( Mn ), HNO3 pekat, aquadest.
Bahan yang digunakan dalam pengujian bakteriologik ini adalah 3 sampel air minum isi ulang yaitu A, B dan C, medium Laktosa Broth, medium  Briliant
Green Laktosa Broth (BGLB) dan aquadest.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel diambil secara random dari 3 depot air minum isi ulang A, B dan C yang terdapat di daerah Siteba kota Padang. Sampel air yang diambil tiap depotnya sebanyak  + 500 mL yang diambil  dengan menggunakan botol plastik
untuk penentuan kadar mineral.
3.3.2Penentuan Kadar Kandungan Mineral
3.3.2.1Penyiapan Sampel
Masing-masing sampel diambil sebanyak 50 mL dimasukkan dalam beker glass kemudian ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 5 mL, kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga sampel tersisa + 20 mL. Kemudian sampel didinginkan dan  dimasukkan  ke  dalam   labu   ukur   50  mL, kemudian   diencerkan  dengan
aquadest sampai 50 mL, homogenkan.   
3.3.2.2Pembuatan Larutan Standar
1.Larutan Standar Besi (Fe NH4(SO4)2)
a.Larutan Fe 100 mg/L
Larutan Fe 1000 mg/L (Merck®) dipipet sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
b.Larutan Fe 10 mg/L
Larutan Fe 100 mg/L dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
c.Larutan standar Fe 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/L
Larutan Fe 10 mg/L dipipet sebanyak 1; 2; 3; 4; 5 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
2.Larutan standar seng (ZnSO4)
a.Larutan Zn 100 mg/L
Larutan Zn 1000 mg/L (Merck®) dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
b.Larutan Zn 10 mg/L
Larutan Zn 100 mg/L dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
c.Larutan standar Zn 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/L
Larutan Zn 10 mg/L dipipet sebanyak 1; 2; 3; 4; 5 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
3.Larutan standar mangan (MnSO4)
a.Larutan Mn 100 mg/L
Larutan Mn 1000 mg/L (Merck®) dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
b.Larutan Mn 10 mg/L
Larutan Mn 100 mg/L dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
c.Larutan standar Mn 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mg/L
Larutan Mn 10 mg/L dipipet sebanyak 1; 2; 3; 4; 5 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas.
3.3.2.3Pengukuran Serapan Deretan Larutan Standar dan Sampel dengan Spektrofotometer Serapan Atom
Terlebih dahulu hidupkan alat, lalu pasang lampu katode Fe untuk penentuan kadar Fe (besi), lampu katode Zn untuk penentuan kadar Zn (seng) dan lampu katode Mn untuk penentuan kadar Mn (mangan). Kemudian diatur serapan maksimumnya pada panjang gelombang 248,3 nm untuk Fe; 213,9 nm untuk Zn dan 279,5 nm untuk Mn. Selanjutnya set zero alat dengan menggunakan larutan blanko aquadest (0 mg/L). Ukur absorban masing-masing larutan standar Fe, Zn dan Mn  mulai dari konsentrasi  terendah  sampai  konsentrasi  tertinggi, kemudian ukur absorban sampel A, B dan C.
3.3.2.4Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengukuran serapan larutan standar dibuat kurva kalibrasinya. Konsentrasi larutan sampel dihitung berdasarkan kurva kalibrasi larutan standar. Sehingga kadar mineral dalam air minum isi ulang dapat dihitung dengan                        y = a + b x
dimana :          y = absorban
                                                x = konsentrasi
                                                a = tetapan regresi ( intersep )
b = koefisien regresi ( slope = kemiringan)


DAFTAR PUSTAKA

Amrih, P. (2005). Proses Produksi Air Minum di Depot Air Minum. Diakses 20 Oktober 2011 dari www.pitoyo.com.
Day, A.R., & Underwood, A.L. (1996). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Departemen  Kesehatan   RI.  ( 2002 ).  Keputusan   Menteri    Kesehatan   RI  No.
907/ Menkes/ SK/ VII/ 2002  Tentang  Syarat  –  syarat    dan    Pengawasan
Kualitas Air Minum. Jakarta: Pusat Laboratorium Kesehatan Depkes Republik Indonesia.
Gunawan, S.G. (2009). Farmakologi dan Terapi Ed 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Harmita. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
Hartono, B. (1990). Ensiklopedia Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.
Juniawati, N.K. (2010). Analisis Cd dan Cu dengan Metoda Spektrofotometri Serapan Atom. Diakses 27 November 2011 dari http://annisanfushie.com.
Khopkar. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Kusnoputranto, H., & Susanna, D. (2002). Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Nana, S.S., (2007). Efektifitas Ultraviolet Dalam Mereduksi Bakteri Patogen Didalam Media Air Budidaya. Diakses 20 Oktober 2011 dari www.slidesharenet.com.
Pitojo, S., & Purwantoyo, E. (2002). Deteksi Pencemar Air Minum. Jakarta: Rineka Cipta.
Pratikno, A. (2010). Tujuh Depot Air Isi Ulang di Sawahlunto Tidak Sesuai Izin Kesehatan. Diakses 23 Februari 2011 dari http://www.korandigital.com.
Salvin, M. (1986).  Atomic Absorption Spectroscopy. Chemistry Departemen Brook Haven National Laboratorium. New York.
San, A. (2009). Mineral Untuk Nutrisi Tubuh. Diakses 13 Januari 2011 dari. http:/www.dokter-medis.blogspot.com.
Sugiharto. (1985). Penyediaan Air Bersih Bagi Masyarakat. Tanjungkarang: Sekolah Pembantu Penilik Hygiene.
Sutrisno, C.T., & Kusnoputranto. (2002). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: PT. Asdi Maha Satya.
Sutrisno, C.T., & Suciastuti, E. (1987). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Bina Aksara.
Tjan, S.L. (2011). pH Air Minum dan Darah Manusia. Diakses 16 November 2011 dari http://www.victoria-ro.com.
Tjan, S.L. (2010). Tentang Air. Diakses 23 Februari 2011 dari. http://www.victoria-ro.com.
Wales, J. (2011). Osmosis Terbalik. Diakses 20 Oktober 2011 dari http://www.wikipedia.org.com.
Widyanti, M. (2004). Analisa Kualitatif Bakteri. Jurnal Ekologi Kesehatan, Volume 3,1,64-73.
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Yuliana, R. (2009). Mengatasi Zat Besi (Fe) Tinggi Dalam Air. Diakses 13 Januari 2011dari http://www.advancebpp.com.